Setiap tingkatan pendidikan selalu ada tenaga pendidik atau guru laki laki. Namun ada tingkat pendidikan yang dapat dikatakan hampir pasti tidak ada guru laki lakinya? Ya, pada tingkat pendidikan PAUD (Pendidikan Usia Dini) atau Preschool dan Taman Kanak Kanak (TK) atau Kindergarten. Kalaupun ada laki laki pada organisasi tersebut, biasanya hanya kepala sekolah, atau pada posisi pengurus administrasi, tukang bersih bersih (cleaning service) atau tukang kebun dari sekolah tersebut. Hampir dipastikan yang menjadi tenaga pendidik adalah kaum hawa (perempuan).
Kurangnya figur laki laki pada tingkat pendidikan TK dan PAUD bukan hanya di Indonesia. Di Amerika Serikat sendiri menurut statistik, hanya sekitar 3% guru laki laki pada tingkat PAUD dan TK. Di Australia pun sangat kurang. Di Australia, jumlah guru laki laki dari TK sampai SD hanya sekitar 15% dan dari tahun ke tahun, jumlahnya semakin berkurang. Jadi fenomena kurangnya tenaga pendidik laki laki pada tingkat pendidikan pra-sekolah bukan hanya di Indonesia tapi merupakan issu global.
Pertanyaannya sekarang, mengapa laki laki kurang tertarik mengajar di tingkat pendidikan PAUD dan TK? Menurut hasil penelitian yang pernah dimuat dalam Jurnal Young Children yang diterbitkan oleh The National Association for the Education of Young Children ada dua alasan utama. Yang pertama adalah gaji yang kecil dan yang kedua adalah status sosial yang rendah. Kaum laki laki merasa besaran gaji guru PAUD dan TK lebih rendah dibanding misalnya menjadi guru ditingkat yang lebih tinggi, misalnya SMP atau SMA. Laki laki dalam penelitian ini juga menganggap menjadi guru PAUD dan TK tidak “dianggap” atau tidak bergensi oleh kebanyakan anggota masyarakat.
Hal lain yang juga dianggap penyebab kurangnya minat kaum adam menjadi tenaga pendidik di PAUD dan TK adalah karena guru laki laki akan mengalami kesulitan menunjukkan perhatian kepada anak anak didik, tanpa dianggap melakukan pelecehan seksual. Beberapa sekolah di negara maju, memberikan lebih banyak persyaratan bagi calon guru laki laki dibanding calon guru perempuan. Misalnya, guru laki laki dilarang memeluk murid baik dari belakang maupun dari depan, jika misalnya murid menangis atau perlu ditenangkan. Mereka juga dilarang berduaan dengan murid di tempat kosong misalnya di toilet. Guru laki laki juga dilarang memangku murid, baik murid laki laki apalagi murid perempuan. Semua larangan itu tentu hanya ditujukan kepada guru laki laki. Hal tersebut karena dianggap dapat menyebabkan timbulnya tindakan pelecehan seksual terhadap murid.