Judul :
Sejarah dan Budaya Sulawesi Barat
Penulis :
Edward L. Poelinggomang
Penerbit :
De La Macca bekerjasama dengan Balai Pelestarian Nilai Budaya, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Kota tempat
terbit : Makassar
Tahun terbit
: 2012
ISBN : 978-602-263-006-7
Sulawesi
Barat meskipun sudah menjadi suatu provinsi tersendiri, namun dalam hal
dokumentasi sejarah, provinsi ini masih tetap bagian dari provinsi Sulawesi
Selatan. Buku sejarah dan budaya Sulawesi Barat ini dapat dimasukkan dalam
koleksi lokal Sulawesi Selatan. Secara administratif, daerah ini baru terbentuk
menjadi provinsi yang otonom sejak tahun 2004 dan menjadi salah satu provinsi
termuda di negara kesatuan Republik Indonesia. Terbentuknya provinsi ini berkat
kegigihan tokoh tokoh masyarakatnya untuk membentuk daerah otonom sendiri yang
terdiri dari 7 kerajaan di pesisir dan 7 kerajaan di pedalaman.
Penulis
membagi buku ini dalam 6 bab atau bagian. Diawali dengan Kata Pengantar dari
Penerbit dan Penulis, lalu Bab I yang terdiri dari Pendahuluan, latar
penelitian, batasan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
metode penelitian. Dari bab pertama ini pembaca dapat mengambil kesimpulan
bahwa buku ini diselesaikan setelah diadakan penelitian sebelumnya.
Latar
Belakang kehidupan masyarakat Sulawesi Barat dibahas pada bab ke-2. Pada bagian
ini diuraikan oleh penulis tentang fakta fakta geografis Sulawesi Barat,
misalnya luas masing masing kabupaten, dan nama nama sungai yang ada di daerah
tersebut. Mata pencaharian masyarakat Sulawesi Barat juga dijelaskan pada bab
ini. Penulis menguraikan bahwa mata pencaharian utama masyarakat Sulawesi Barat
adalah petani, baik petani sawah (pertanian basah) maupun petani ladang/kebun
(pertanian kering). Selain itu juga
banyak yang mengelola hasil hutan dan hasil laut. Kondisi sosial masyarakat dan
budaya politik juga dibahas pada bagian ini.
Bab ke-3
dibahas tentang Perkembangan awal kerajaan kerajaan di Sulawesi Barat. Diawali
dengan budaya politik lokal, pembentukan persekutuan kerajaan, pelapisan sosial
dan juga tentang motto ‘Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh’. Pada sub
bagian Budaya Politik Lokal, diuraikan tentang gagasan ‘Tumanurung’ sama
seperti daerah kerajaan lain di Sulawesi Selatan. Pada sub bagian ‘pelapisan
sosial’ diuraikan bahwa ada 4 lapisan sosial pada masyarakat Mandar di Sulawesi
Barat, yaitu 1). Todiang Laiyana atau
Bangsawan, 2). Tau Pia atau manusia
pilihan, 3). Tau Samar (manusia
biasa) dan 4). Batuwa atau hamba
sahaya.
Pada bagian
keempat, adalah Periode Kemandaran dimana ada sub bagian Dunia perdagangan
maritim, Syiar Islam, Persentuhan dan penjajahan. Pada bagian ini ada
pembahasan tentang persekutuan kerajaan kerajaan di Mandar. Ada persekutuan 7
kerajaan di Muara Sungai (Pitu Babanga Binanga) dan persekutuan 7 kerajaan di
hulu sungai (Pitu Ulunna Salu). Pada bagian ini juga dibahas sejarah
perdagangan Mandar dan hubungannya dengan kerajaan Gowa, terutama pada masa
pemerintahan Daeng Manre Karaeng Manguntungi Tumaparrisi Kallonna (1510 –
1546). Raja Gowa ini berdarah Mandar karena ibunya adalah putrid seorang
pedagang dari Balanipa.
Bab ke-4 dan
ke-5 adalah dua bab terakhir yang pada buku ini membahas tentang bagaimana
keadaan Sulawesi Barat pada masa periode awal kemerdekaan, dan ketika
terbentuknya Provinsi Sulawesi Barat. Pada kedua bab ini diuraikan tentang perjuangan
kemerdekaan, penataan administrasi pemerintahan, perjuangan pembentukan /
pemekaran wilayah sampai terbentuknya Provinsi Sulawesi Barat.
Penulis
cukup lengkap menguraikan informasi informasi tentang Sulawesi Barat dari
berbagai aspek. Sangat perlu dibaca bagi masyarakat Sulawesi Barat, khususnya
suku Mandar dan terkhusus lagi bagi para generasi muda Mandar.
Buku ini
koleksi Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sulawesi Selatan, unit layanan
perpustakaan, Jalan Sultan Alauddin, Tala’Salapang, Makassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar