Istilah Alih Media mulai muncul ketika kertas tidak lagi
menjadi satu satunya media penyimpanan dan perekaman informasi. Ketika Perang terjadi
perang antara Rusia dan Prancis pada abad ke-19 (1870), tentara Prancis
menggunakan teknologi fotografi mikro untuk menyelamatkan dokumen dokumen
penting saat kota Paris mulai dikepung oleh tentara Rusia. Foto foto dokumen
dalam bentuk mikro tersebut lebih aman dibawah tanpa takut ketahuan oleh
tentara Rusia. Awal abad ke-19 (1839)
teknologi fotografi mikro (microfilm)
ditemukan oleh Benyamin Dancer dan itulah yang dimanfaatkan oleh tentara
Prancis untuk menyelamatkan dokumennya. Microfilm
ini mampu menyimpan informasi baik berupa tulisan maupun gambar yang tidak bisa
dibaca dengan mata telanjang. Informasinya hanya bisa diakses dengan
menggunakan microfilm reader (mesin
pembaca microfilm). Konon, microfilm yang digulung kecil itu
dikirim melalui kurir burung merpati antara post yang satu ke post yang lain
ditengah medan perang.
Jadi pada awalnya, istilah alih media itu dimaksukan adalah
mengalihkan media informasi dari kertas ke microfilm.
Namun, seiring perkembangan zaman, microfilm
kemudian mulai juga mengalami keusangan. Teknologinya sudah mulai ditinggalkan
dan dialih-mediakan lagi ke teknologi yang lebih baru. Di Unit Kearsipan Dinas
Perpustakaan dan Kearsipan Sulawesi Selatan di Tamalanrea, Makassar, teknologi Microfilm masih digunakan, terutama
untuk akses informasi naskah naskah lontara kuno (manuscript), koran tua, atau arsip rapuh yang telah
dimicrofilm-kan. Ada 3 mesin microfilm
reader yang ada di ruang baca arsip, 2 mesin reader manual dan 1 mesin yang
reader digital. Yang digital bukan hanya untuk membaca (reader) tapi juga bisa untuk mencetak (printer), namanya microfilm
reader printer.
Naskah naskah Lontara adalah yang paling banyak
dialih-mediakan ke Microfilm. Ada
4029 judul naskah Lontara yang tersimpan di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
Sulawesi Selatan yang semuanya sudah dimicrofilmkan. Pengguna, peneliti atau
pemustaka hanya bisa mengakses informasi naskah tersebut lewat media microfilm. Kecuali jika penelitian
membutuhkan fisik naskahnya, barulah naskah aslinya diperlihatkan, itupun harus
dengan kehati-hatian, karena sifat naskah Lontara yang sangat fragile (mudah rusak, sobek, dan lain
lain).
Mengapa lembaga lembaga yang mengelola Informasi harus
melakukan Alih Media? Setidaknya ada 4 alasan penting perlunya alih media
arsip, koran, buku, dan dokumen lainnya.
•
Mengatasi kurangnya ruang penyimpanan
Tidak semua organisasi atau institusi memiliki ruang
penyimpanan dokumen, arsip atau buku yang luas. Dokumen dokumen kertas
memerlukan ruang yang luas untuk menyimpannya. Arsip arsip konvensional dalam
arti masih berupa kertas, biasanya dimasukkan kedalam dos atau box arsip lalu
disusun dilemari arsip. Jika arsip sudah dimicrofilmkan, maka tempat
penyimpanannya tidak perlu luas. Satu rol microfilm dapat memuat 2400 lembar
arsip / dokumen ukuran A, atau sekitar 1200 lembar untuk dokumen ukuran A3.
Ruang penyimpanan yang dibutuhkan untuk rol rol microfilm itu yang kecil saja,
yang penting suhu ruang harus disesuaikan dengan sifat dan karakteristik media
microfilm agar awet dan tahan lama.
•
Mencegah kerusakan dokumen yang
sering diakses
Arsip arsip kertas, dan buku atau dokumen kertas jika sering
diakses, digunakan lama kelamaan akan rapuh, dan bisa dengan cepat rusak, baik
karena faktor internal maupun eksternal. Apalgi jika pengguna menggunakannya
dengan tidak hati hati, arsip bisa sobek, kotor, basah, kena tinta pulpen dan
lain lain. Hal hal ini semua tidak perlu terjadi jika arsip yang dilayankan
kepada pengguna, pemustaka, peneliti adalah arsip dalam format microfilm.
Pengguna dapat membaca informasi lewat microfilm reader, tanpa perlu lagi
menyentuh arsip aslinya. Tentu hal ini akan semakin memperpanjang usia arsipnya.
Begitu pula buku buku yang telah dialihmediakan, dapat dilayankan kepada
pemustaka dalam bentuk media baru (microfilm, atau digital). Arsip digital juga
enak dibaca karena jika huruf hurufnya kecil, maka kita dapat men-zoom-nya agar
huruf hurufnya nampak lebih besar dan mudah dibaca.
•
Melestarikan dokumen/koleksi langka
Arsip arsip yang sudah masuk kategori permanen, koran koran
tua yang langka, buku buku muatan lokal atau yang juga masuk kategori langka adalah
yang perlu diprioritaskan untuk alih media. Jika dokumen, arsip, koran, buku
buku sudah dialihmediakan, maka dokumen aslinya disimpan saja untuk
pelestariannya. Arsip yang tidak sering disentuh manusia, tidak sering berada
diruang dengan suhu udara yang berbeda beda akan tahan lebih lama. Arsip foto
yang sering dipegang pegang oleh pengguna, lama lama fotonya akan rusak, karena
selain kena atau dipegang tangan manusia, juga kadang kadang kena sinar
matahari, atau kena asam kertas, lama lama akan menimbukan warna
kekuning-kuningan pada dokumen tersebut. Jika dokumen telah dialihmediakan maka
dokumen dokumen tersebut akan tersimpan saja dengan aman, dan hanya digitalnya
atau microfilmnya saja yang digunakan.
•
Perkembangan Teknologi Informasi
Perkembangan teknologi juga penting menjadi pertimbangan alih
media dokumen. Dulu banyak arsip arsip suara yang tersimpan dan terekam pada
pita kaset, dan juga banyak arsip pandang-dengar (audio-visual) yang terekam
pada video kaset dan open-reel. Sekarang, alat pembaca atau pemutar jenis arsip
itu sudah langka bahkan mungkin sudah tidak ada. Arsip arsip suara dan arsip
pandang-dengar harus segera dialihmediakan ke media terkini yang paling baru.
Pada masa masa awal munculnya computer, kita banyak
menggunakan floppy disk untuk menyimpan informasi. Sekarang ini, semua computer
dan laptop tidak lagi menyediakan slot floppy disk didalamnya. Juga sempat
beredar media penyimpanan CD (Compact Disk), dan itupun juga sudah using, dan
tidak ada lagi. Para pengelola informasi pada lembaga lembaga pemerintah maupun
swasta, perlu segera mengalihmediakan semua dokumen yang dimilikinya, agar
selain mudah dilestarikan media kertasnya, juga mudah diakses media elektronik
atau digitalnya. Kita seakan akan berpacu dengan teknologi agar informasi yang
kita simpan tetap up to date. Tapi tentu saja, media penyimpanan apapun, yang
baru maupun yang lama, yang mutakhir maupun yang kuno, selalu saja ada
kekurangan dan kelebihan masing masing. Nothing’s perfect, right?
Gedung Multimedia, 28 Juli 2020.