Buku : Sejarah Wajo
Penulis : Abdurrazak Daeng Patunru
Penerbit : Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan, Makassar 1983
Jumlah halaman : 86
ISBN : -
Wajo adalah salah satu kerajaan Besar di Sulawesi Selatan dan dibagian timur Nusantara, bersama kerajaan lain seperti Bone, Gowa, Luwu, Buton, Soppeng dan kerajaan lainnya. Dari berbagai sumber informasi tertulis misalnya Lontara, penulis berhasil mengumpulkan berbagai informasi penting untuk penulisan sejarah Wajo. Bukan hanya itu, penulis juga sempat dua kali berkunjung ke Wajo untuk bertanya dan mewawancarai para tokoh masyarakat, pemangku adat, para bangsawan Wajo untuk penyelesaian buku ini. Abdurrazak Daeng Patunru, penulis buku ini juga pernah menjadi Pamongpraja di Wajo selama 2 kali dengan periode waktu yang berbeda, yaitu tahun 1929-1932 dan 1935-1938.
Buku ini pertama kali diterbitkan tahun 1964, ketika bangsa Indonesia sedang giat giatnya berusaha mendapatkan kembali kepribadian aslinya dan jati dirinya, sebagaimana disebut dalam pengantar buku ini.
Buku ini terdiri dari 5 bab, diawali dengan pengantar dari Penerbit, kata sambutan dari Prof. Ph. O. L. Tobing yang menjabat sebagai Dekan Fakultas Sastra dan Filsafat, Universitas Hasanuddin waktu itu, dan Kata Pengantar dari Penulis, Abdurrazak Daeng Patunru.
Bab pertama adalah Pengantar, membahas tentang beberapa ceritera ceritera. Ceritera atau kisah kisah yang dibahas mulai dari kisah La Paukke, putra dari Datu Cina yaitu kerajaan yang sudah lama berdiri sebelum Wajo ada, dan kerajaan itu sekarang bernama Pammana. Dikatakan bahwa La Paukke inilah yang menjadi perintis berdirinya atau terbentuknya kerajaan Wajo.
Ada juga kisah putri Datu Luwu yang bernama We Tadampali yang menderita sakit kulit yang kemudian diasingkan ke Wajo karena dikhawatirkan akan menularkan penyakitnya. Sang putri bersama pengikutnya tinggal di daerah Akkotongeng, Wajo, dekat pohon kayu yang dinama pohon Bajo. Ketika sang putri sembuh, dia bertemu dengan putra raja Bone yang kebetulan berburu sampai di hutan tempat putri We Tadampali tinggal, dan akhirnya menikah dan memiliki banyak keturunan. Ada kisah lainnya yaitu putri Datu Luwu bernama We Tenriapungeng. Kisah lainnya tentang La Banra dari Soppeng, dan banyak kisah lainnya yang semua tentang awal mula terbentuknya kerajaan Wajo. Pada bagian pertama ini juga dibahas tentang Struktur Pemerintahan di Wajo.
Bab kedua dibahas tentang Permulaan Kerajaan Cinnotabi disertai perjanjian dengan rakyatnya. Pada bagian ini juga ada kisah kisah awal terbentuknya kerajaan Wajo. Ada kisah perjanjian antara La Rajallangi disatu pihak dengan Matowa Pabbicara bersama rakyat dipihak lain. Selanjutnya dibahas tentang Runtuhnya kerajaan Cinnotabi.
Bagian ketiga adalah beberapa sub bagian lagi yaitu :
1. Permulaan Kerajaan Wajo; Perjanjian di Majauleng antara Batara Wajo I La Tenribali dengan ketiga Padanreng dan Rakyat Wajo.
2. Pemerintahan Batara Wajo III La Pateddungi Tosammalangi.
3. Peranan Arung Saotanre La Tiringeng Totaba dan perjanjiannya dengan rakyat Wajo di kampung Lapaddeppa.
4. Pengangkatan La Palewo Topalipung menjadi Arung Mataesso di Wajo dengan gelaran Arung Matowa.
5. Peranan dan pengangkatan La Taddampare Puang Ri Maggalatung menjadi Arung Matowa Wajo.
6. La Mumpatue Ri Timurung diantara Bone, Wajo dan Soppeng
7. Peperangan antara Wajo bersama Gowa dengan Bone
Bab keempat terdiri dari 4 sub bagian yaitu ;
1. Bantuan aktif dari Arung Matowa Wajo La Tenrilai Tosengngeng kepada Raja Gowa Sultan Hasanuddin dalam peperangannya melawan Belanda dan kawan kawannya dalam tahun 1667.
2. Arung Matowa Wajo La Salewangeng Totenriruwa memperkuat persenjataan dan ekonomi Wajo untuk menghadapi peperangan Belanda bersama kawan kawannya.
3. Arung Matowa Wajo La Maddukkelleng berperang melawan Beladan dan kawan kawannya.
4. Masa pemerintahan di Wajo kemudian dari Arung Matowa La Maddukkelleng, yaitu dari tahun 1754 -1905
Bab kelima atau yang terakhir ini terdiri dari 9 sub bagian yaitu ;
1. Permulaan penjajahan yang sungguh sungguh di Wajo oleh Belanda
2. Pengangkatan La Oddang Datu Larompong menjadi Arung Matowa Wajo dan permulaan modernisasi kerajaan Wajo
3. Pendudukan Jepang di Wajo
4. Belanda kembali di Wajo
5. Negara Indonesia Timur Berdiri
6. Permulaan bubarnya RIS dan NIT, Republik Indonesia bentuk kesatuan menjadi kenyataan
7. Wajo menjadi bahagian dari daerah otonoom Bone
8. Wajo menjadi daerah otonoom tingkat II
9. Pembentukan kecamatan kecamatan baru di Wajo. Ada 10 kecamatan yang dibentuk yaitu Sabamparu, Pammana, Tempe, Tanasitolo, Maniangpajo, Belawa, Majauleng, Takkalalla, Sajoanging, dan Pitumpanua.
Pada bagian akhir ada daftar nama nama para penguasa (Batara dan Arung Matowa) Wajo yang pernah berkuasa, mulai dari Batara Wajo pertama La Tenribali, mantan Arung Cinnotabi dan mantan Arung Penrang yang memerintah sekitar pertengahan abad ke-15, sampai Arung Matowa Wajo terakhir Andi Mangkona Datu Mario Riwawo, kemenakan dari La Oddang Datu La Rompong, yang dilantik 23 April 1933 dan berhenti dengan hormat dari jabatannya pada tanggal 21 November 1949. (1933 – 1949)
Ada beberapa kekurangan buku ini, mungkin karena terbitan lama, diantaranya tidak ada daftar isi, banyak sub bagian yang tidak berurutan nomornya, dan ada yang dobel nomornya. Tata bahasanya juga ada beberapa yang perlu disesuaikan dengan tata bahasa Indonesia sekarang ini.
Buku ini sangat menarik dibaca dan penting bagi siapapun yang hendak mengkaji tentang sejarah Wajo, atau sejarah Sulawesi Selatan pada umumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar