"Nawanawa" dalam bahasa Bugis yang artinya "isi pikiran, curahan hati, apa saja yang ada dalam benak, keadaan bathin dan perasaan......". Isi blog ini adalah apa saja yang ada didalam pemikiran saya, berbagai pengalaman saat melakukan perjalanan, hal hal kecil dalam kehidupan sehari hari. Ada juga beberapa artikel saya terjemahkan dari artikel berbahasa Inggris. "I write because I don't know what I think until I read what I say" -Flannery O'Connor
Perlindungan Hewan di Negara Maju.....
Kehidupan hewan di negara maju begitu dihargai. Hewan yang dipelihara maupun yang liar, selalu dipantau oleh pemerintah setempat. Kesehatannya diperiksa, penyakitnya diobati, dan kalau ada orang yang diketahui menyiksa hewan, akan dihukum. Begitupula dengan orang yang tidak memperhatikan hewan peliharaannya maka juga akan dikenai sanksi oleh pemerintah. Di negara maju, seperti Australia misalnya, disetiap kota, ada shelter yaitu tempat penampungan hewan atau binatang yang tidak ada pemiliknya, misalnya anjing, kucing, kelinci dll. Jika ditemukan ada anjing atau kucing yang tak bertuan, maka segera ditangkap dan dibawa ke shelter ini dipelihara sampai ada yang mau mengadopsinya.
Baru baru ini, dimedia sosial Youtube, ada video diunggah oleh seorang warga Manchester Inggris dimana seekor Angsa berjalan dengan santai dijalan raya yang menyebabkan lalulintas macet selama beberapa saat. Selama si Angsa putih berjalan (yang tentu saja lambat), mobil truk yang ada dibelakangnya tetap sabar mengikuti dan sopirnya tidak berteriak-teriak, dan bahkan tidak membunyikan klakson. Begitu pula mobil mobil yang ada dibelakangnya. Begitu besar penghargaan warga kota tersebut terhadap kehidupan, bahkan kepada kehidupan hewan sekalipun. Di negeri Belanda, pada sebuah cagar alam yang ditengahnya melintas jalan raya, telah dibuatkan jembatan khusus hewan yang akan menyeberang jalan raya tersebut.
Warga yang memiliki hewan peliharaan (pet) selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi peliharaannya tersebut. Ada jadwal untuk mandi, ada jadwal pemberian makan dan ada jadwal membawa hewan peliharaan jalan jalan ketaman kota (terutama untuk anjing). Ketika memandikan anjing atau kucing misalnya, ada sabun dan shampo khusus dan bahkan ada sikat gigi khusus untuk binatang peliharaan tersebut. Warga juga tidak membiarkan hewan peliharaannya tidur diluar rumah, dan dibiarkan saja berkeliaraan dan tidur dalam rumah. Kadang disofa, dilantai bahkan ditempat tidur tuannya.
Jika saya bandingkan dengan kehidupan anjing dan kucing di Indonesia, kehidupannya jauh ketinggalan dan mungkin ‘menderita’. Jarang ada warga yang dengan tulus ikhlas memelihara binatang. Di negeri ini begitu banyak hewan liar berkeliaran dimana mana, dipasar, dipemukiman, dekat rumah makan, dan dimana saja mereka bisa mendapatkan makanan. Ketika ada seekor kucing yang melahirkan anak dan ada dekat rumah, maka si tuan rumah biasanya akan membuang anak anak kucing tersebut. Bermacam macam alasan, kotorannya, ributnya, susah mengurusnya, dll. Anjing liar banyak yang akhirnya mati kelaparan, sakit dan tak ada yang berusaha mengambilnya atau sekedar membawanya ke dokter hewan. Rumah sakit hewan juga jarang dijumpai di Indonesia. Dokter hewan masih kurang. Di Queensland, Australia bahkan ada klinik (Rumahsakit) khusus untuk kelelawar. Anak kelelawar yang kehilangan induknya, kelelawar yang sakit, kelelawar yang terdampak kebakaran hutan semua dirawat di klinik ini.
Disini, di Makassar dan Gowa, di Indonesia setiap hari ketika saya pergi dan pulang dari kantor, selalu saja banyak hewan yang terlindas kendaraan dijalan raya, terutama kucing. Tak ada warga yang peduli, bahkan yang didepan rumahnya ada bangkai binatangpun cuek saja dan membiarkan saja bangkai binatang itu terlindas terus sampai hancur dan lenyap. Bermacam macam binatang yang saya pernah lihat terlindas kendaraan, ada anjing, kucing, ular, tikus got, biawak, dan ayam. Di Australia, ada lembaga khusus yang mengambil/menyingkirkan semua bangkai binatang di jalan raya yang terlindas atau tertabrak kendaraan. Jika masih hidup, maka lembaga tersebut akan membawanya ke rumahsakit hewan. Jika sudah mati, maka tugas lembaga itu menguburkannya. Mungkin kita di Indonesia perlu sedikit berempati atas kehidupan binatang sebagai sesama mahluk Allah.
Sumber gambar: Google.
Label:
Animal Shelter,
Bat Hospital,
Hewan Peliharaan,
Penampungan Hewan,
Perlindungan Hewan,
Pet,
Roadkill,
Rumah Sakit Hewan,
Sayangi Binatang
Saya Suharman Musa, seorang ASN, Pustakawan, suka menulis di Blog, suka jalan jalan, suka dengan hal hal berhubungan dengan buku, bookmark, postcard, dan perpustakaan....
Menghalau Galau di Pulau Larea-Rea
Pulau Larea-rea adalah salah satu pulau dari 9 pulau yang ada di wilayah administrasi kecamatan Pulau Sembilan, kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Sembilan pulau yang ada dan saling berdekatan adalah Pulau BurungLoE, yang terbesar dan tertinggi karena nampak jelas meskipun kita berada di ibukota kabupaten Sinjai, Pulau Kambuno, Pulau Liang Liang, Pulau Kodingere, Pulau Batanglampe, Pulau Katindoang, Pulau Kanalo I dan Pulau Kanalo II. Pulau Larea-rea adalah satu satunya yang tak berpenghuni, mungkin karena ukurannya yang kecil, hanya sekitar 10-15 meter panjangnya. Ke-9 pulau ini bisa dikunjungi dalam satu hari karena jaraknya saling berdekatan.
Nama pulau Larea-rea sendiri baru saya ketahui akhir akhir ini sebagai nama pulau, karena selama ini yang dikenal, Larea-rea adalan nama pelabuhan kecil ditimur kota Sinjai tempat berlabuh perahu perahu kapal pengangkut bahan pangan dan bahan bangunan dari berbagai pulau di Indonesia. Selain tujuan pulau Sembilan, juga sampai pulau Selayar, Kalimantan dan pulau pulau kecil di laut Flores.
Beberapa bulan lalu, tepatnya 27 Juni 2017 lalu, sehabis lebaran saya bersama anak anak dan keponakan berkunjung kepulau indah ini. Akses menuju kepulau ini dan pulau pulau lain disekitarnya cukup mudah. Kita bisa menyewa perahu kayu bermesin yang bisa memuat sampai 20 atau 30 orang, atau bisa juga menyewa speed boat kecil yang bisa memuat sekitar 10 orang. Dipelabuhan Lappa yang berlokasi di muara sungai Tangka, tersedia banyak jenis perahu perahu yang bisa disewa. Biayanya bervariasi antara 200 – 400 ribu rupiah. Jarak tempuhnya kalau menggunakan perahu kayu sekitar 1 jam, sementara kalau dengan speed boat hanya 20 – 30 menit saja.
Perjalanan naik perahu kayu kepulau Larea-rea di Pelabuhan Lappa, kemudian perahu akan keluar dari muara sungai Tangka menuju laut lepas menuju pulau. Sepanjang tepian sungai bisa disaksikan kegiatan para nelayan, dan rumah rumah penduduk ditengah tengah rimbunan hutan bakau. Sayang sekali karena suara mesin perahu yang sangat besar agak mengganggu komunikasi kita para penumpang sepanjang perjalanan. Mesti berteriak teriak kalau mau berbicara satu dengan yang lain.
Dari jauh pulau Larea-rea sudah kelihatan, dengan rimbunan pohonnya dan perahu perahu yang sudah bersandar sebelumnya. Meskipun dipulau Larea-rea ada dermaga kayu yang dibangun pemerintah, namun perahu perahu penumpang lebih memilih berlabuh disamping di sebelah utara pulau yang dangkal dengan pasir putihnya yang indah. Disebelah utara pulau ini ada hamparan pasir putih yang akan nampak memanjang jika air laut surut. Anak anak juga cukup aman berenang atau berendam dibagian ini karena airnya dangkal dan nyaris tidak ada ombak. Disebelah baratnya berupa bebatuan yang cukup datar sementara diselatan juga bebatuan tapi lebih banyak tertutupi air laut dan agak tajam. Mesti hati hati saat berjalan disebelah selatan ini.
Apa saja kegiatan yang dapat dilakukan dipulau Larea-rea ini? Kita bisa berenang, berendam, berjemur, main main pasir, cari kerang, memancing ikan, snorkeling, diving ataupun santai santai saja memandang pulau pulau lain disekitarnya. Karena pulau ini tidak berpenghuni, maka pengunjung mesti membawa sendiri makanan dan minuman. Kami waktu itu membawa ikan segar untuk dipanggang (bakar), nasi, air mineral gelas, minuman ringan, snack dan kue kue. Perlu juga dibawa adalah: tikar plastic kalau anda berombongan, pakaian ganti, dan juga tabir surya (sunblock) supaya kulit tidak terbakar.
Pulau ini cukup ramai pengunjung, bahkan ada dari kabupaten lain dan dari Makassar. Sayang sekali karena masih sangat minim fasilitas. Tidak ada toilet, tidak ada sumber air bersih untuk membilas badan setelah berenang. Kami waktu itu membawa satu gallon air bersih untuk bilas badan dan berwudhu. Satu orang cukup mandi satu gayung air bersih. Dipulau ini juga tidak tersedia tempat untuk ganti pakaian. Kalau mau shalat, ada balai balai kayu atau bambu yang bisa dijadikan tempat shalat.
Saya berharap pemerintah Kabupaten Sinjai segera membangun fasilitas umum dipulau ini, agar kedepannya, semakin banyak wisatawan yang berkunjung dan berwisata ke pulau Larea-rea. Bagi anda yang suka air, maka pulau Larea-rea ini adalah pilihan yang tepat.
Sumber Gambar: Koleksi pribadi dan halamanindonesia.com
Label:
berenang,
berjemur,
diving,
fishing,
Pulau 9,
Pulau Larea-rea,
Sinjai,
snorkeling,
sunbathing,
wisata pantai,
wisata Pulau
Saya Suharman Musa, seorang ASN, Pustakawan, suka menulis di Blog, suka jalan jalan, suka dengan hal hal berhubungan dengan buku, bookmark, postcard, dan perpustakaan....
Langganan:
Postingan (Atom)
Buku Cerdas Sulawesi Selatan, Bunga Rampai Pengetahuan tentang Sulawesi Selatan
Judul: Buku Cerdas Sulawesi Selatan Penulis: Shaff Muhtamar Penerbit: ...
Popular Posts
-
Suku bangsa Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan, termasuk dua diantara sedikit suku bangsa di Indonesia yang memiliki tradisi tulis menul...
-
Masih pagi pagi sekitar jam 6 diperumahan tempat tinggalku sudah terdengar bunyi khas terompet penjual Buroncong, salah satu penganan tradis...
-
Kapurung adalah salah satu makanan khas Sulawesi Selatan yang berasal dari Kabupaten Luwu yang ada dibagian utara Provinsi Sulawesi Selatan....