"Nawanawa" dalam bahasa Bugis yang artinya "isi pikiran, curahan hati, apa saja yang ada dalam benak, keadaan bathin dan perasaan......". Isi blog ini adalah apa saja yang ada didalam pemikiran saya, berbagai pengalaman saat melakukan perjalanan, hal hal kecil dalam kehidupan sehari hari. Ada juga beberapa artikel saya terjemahkan dari artikel berbahasa Inggris. "I write because I don't know what I think until I read what I say" -Flannery O'Connor
Terdampar di Kota Metropolitan Jakarta
Kejadian ini saya alami sekitar tahun 2009 lalu saat saya ditugaskan oleh kantor untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan di Jakarta. Saya menggunakan kata ‘terdampar’ meskipun kurang tepat, tetapi suasana bathin saya saat itu bagaikan orang yang terdampar disuatu pulau ditengah samudra dan tak tahu apa yang mesti dilakukan. Baru pertama kali saya mengalami kejadian seperti itu di Indonesia, negeri saya sendiri. Selama dua setengah tahun saya bermukim di Sydney, Australia namun tak sekalipun saya mengalaminya. Di Sydney, segalanya nampak jelas, petunjuk jalan, dimana kita berada, dan saya tidak pernah merasa khawatir akan terjadinya tindak kekerasan, penipuan, hipnotis dll.
Selesai diklat hari itu, saya seharusnya sudah harus kembali ke Makassar, tapi karena tiket pesawat yang kupegang masih tersisa dua hari, jadi kuputuskan untuk menikmati ibukota Jakarta. Kupikir kapan lagi, toh paling hanya sekali dalam setahun saya ditugaskan oleh kantor untuk urusan dinas ke Jakarta. Akhirnya kutelpon seorang teman, namanya Hal Sebastian yang dulu sama sama kuliah di UNSW Australia yang sekarang bekerja di Jakarta. Singkat cerita, sepulang kerja saya pun dijemput olehnya ditempat yang telah kami sepakati bersama dan dengan taksi kami ke apartemennya, karena dia tinggal di apartemen, dilantai 15 dikawasan Kuningan yang mewah.
Rencananya saya akan menginap dua malam di tempatnya sebelum terbang ke Makassar.
Sore dan malam hari kami jalan jalan disekitar apartemennya yang dipenuhi dengan pusat pusat perbelanjaan dan restoran mahal, sambil terus ngobrol mengenang saat kuliah di Sydney dulu. Berbagai topik kami obrolkan, mulai dari karier masing masing, kesehatan, keluarga, teman teman kuliah dulu, sampai kehidupan dikota metropolitan Jakarta dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Pagi harinya, ketika temanku ini akan menuju tempat kerjanya, saya pun keluar untuk jalan jalan sendiri. Tidak mungkin saya menunggunya di apartemen sampai dia pulang disore hari. Kami sepakat untuk saling kontak pada sore hari sepulang dia kerja. Kuputuskan untuk ke Pasar Festival, kemudian menggunakan Bus Trans Jakarta saya akan berkunjung ke tempat lain dan rencana akan mengambil rute bus yang sama untuk kembali lagi ke Pasar Festival. Tujuanku keluar adalah untuk membeli oleh-oleh untuk keluarga dan teman-teman kantor. Sebagai orang yang tinggal dikota kecil, Jakarta bagi saya tetap kota Metropolitan yang luarbiasa besar dan sekaligus agak kacau sebagian lalulintasnya.
Sore hari ketika acara belanja oleh-oleh selesai saya menuju apartemen teman. Hal Sebastian menelpon saya bahwa dia sudah ada diapartemennya, jadi saya jalan kaki dari Pasar Festival yang berjarak sekitar 1,5 km. Cukup jauh sebenarnya, tapi kupikir saya mau menikmati dan mengamati bagaimana kehidupan para penghuni apartemen, karena untuk sampai ke unit teman, saya mesti melewati taman taman dan jalan setapak yang teratur rapi diantara gedung gedung apartemen yang menjulang tinggi. Banyak pertanyaan dalam hatiku. Apakah yang tinggal di apartemen itu ada juga yang berkeluarga? Atau hanya yung bujangan saja? Setahu saya, di Sydney, hanya pelajar dan pekerja yang masih bujangan yang banyak menghuni apartemen. Orang orang yang sudah berkeluarga lebih memilih tinggal di rumah. Bagaimana kehidupan sosial mereka? Apakah mereka juga saling kenal dan biasa ngobrol dengan tetangga apartemennya? Atau semua saling tak peduli?
Ketika sudah hampir tiba di unit teman, secara tiba tiba telpon selularku mati, sementara chargernya ada dikamar apartemen teman. Saya tiba tiba dilanda panik. Bagaimana saya mesti menghubungi Hal? Apa yang mesti saya lakukan? Apakah dilantai dasar apartemen ada telepon untuk menghubungi penghuninya? Saya tidak tahu nomor unitnya, kecuali bahwa dia di lantai 15. Rencana mau menelpon dia dengan meminjam telepon orang lain atau Satpam dilantai dasar, tapi kemudian saya tidak hapal nomornya. Bingung! Belum lagi barang bawaan saya beberapa kantong pakaian oleh-oleh. Saya tetap melanjutkan perjalanan sampai lantai dasar. Kutanyakan seorang Satpam, bagaimana cara menghubungi seorang teman yang tinggal dil lantai 15 diatas, tapi kemudian saya tidak tahu nomor unitnya. Susah! Benar benar bingung. Saya memang tidak pernah mencatat dibuku nomor telepon seseorang. Semua tersimpan di ponsel-ku. Ponsel bagiku bukan sekedar alat komunikasi, tetapi juga buku alamat, buku telepon, jam, pemutar musik, camera, dan beberapa fungsi lainnya.
Akhirnya saya memutuskan kembali ke Pasar Festival jalan kaki sejauh 1,5 km sambil tetap membawa kantongan barang belanjaan saya. Berbagai pemikiran merasuki benak saya, misalnya, penipuan, perampokan, hipnotis dan lain lain, tapi kemudian saya berusaha tenang. Saya meyakinkan diri, bahwa Jakarta tidak sekejam yang dilihat di TV atau koran koran. Tetap berpikir positif, meski khawatir akan teman yg tentu menghawatirkan saya yang belum pulang padahal sudah menjelang magrib. Di Pasar Festival saya berusaha mencari tempat penjualan ponsel yang juga memiliki charger yang sesuai dengan merek ponselku. Akhirnya saya menemukannya dilantai dasar. Dengan sopan dan berusaha setenang mungkin kucoba meminjam charger ponsel si penjual. Akhirnya ponselku ku charge. Sambil kucharge, ponsel kunyalakan karena khawatir Hal mencari cari saya karena sudah malam belum kembali. Saya yakin dia menelpon saya dan ponsel saya tidak aktif. Dan, betul dugaan saya, begitu ponsel kunyalakan dalam keadaan masih dicharge, langsung berdering. Telepon teman dan dia kebingungan mencari saya dan khawatir terjadi apa apa. Akhirnya, meskipun baterei ponselku belum penuh, saya mencabutnya dan menyampaikan ucapan terimakasih sebesarbesarnya kepada gadis pemilik toko ponsel. Kupanggil taksi dan dengan taksi saya kembali ke unit apartemen teman. Kejadian hanya beberapa jam, namun bagaikan berhari hari. Pengalaman tak terlupakan.
Pelajaran yang bisa dipetik: selain di ponsel, usahakan punya catatan tertulis nomor ponsel teman dan keluarga. Usahakan baterei ponsel dalam keadaan penuh kalau memang akan berada diluar rumah seharian. Kalau sekarang sudah ada “power bank” alat untuk men-charger ponsel atau gadget lainnya secara mobile/portable. Usahakan catat atau ingat semua nomor rumah, nama jalan, no. unit apartemen, lantai berapa, sebelum keluar jalan seorang diri. Terakhir tetaplah berpikir positif….
Sumber Gambar: superstock.com dan manajemenproyekindonesia.com
Saya Suharman Musa, seorang ASN, Pustakawan, suka menulis di Blog, suka jalan jalan, suka dengan hal hal berhubungan dengan buku, bookmark, postcard, dan perpustakaan....
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Buku Cerdas Sulawesi Selatan, Bunga Rampai Pengetahuan tentang Sulawesi Selatan
Judul: Buku Cerdas Sulawesi Selatan Penulis: Shaff Muhtamar Penerbit: ...
Popular Posts
-
Suku bangsa Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan, termasuk dua diantara sedikit suku bangsa di Indonesia yang memiliki tradisi tulis menul...
-
Masih pagi pagi sekitar jam 6 diperumahan tempat tinggalku sudah terdengar bunyi khas terompet penjual Buroncong, salah satu penganan tradis...
-
Kapurung adalah salah satu makanan khas Sulawesi Selatan yang berasal dari Kabupaten Luwu yang ada dibagian utara Provinsi Sulawesi Selatan....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar